Untuk kamu yang selalu mencari keindahan.
Yang hingga akhirnya memaknai hidup sebagai sebuah paragrap dengan
titik yang entah berada dimana, yang disusun dengan tantanan huruf besar kecil sehingga
melukai matamu.
Dulu, kamu tak pernah bosan mendapati
kecewa karena ekspektasi yang terlampau tinggi, menolak untuk lelah saat yang
dikejar masih berlari lebih kencang, atau berpura-pura mendapatkan walau yang
sesungguhnya dicari masih bersembunyi.
Namun, bumi berputar, menyebabkan
yang siang merasakan malam. Waktu bergerak sehingga batre-batre jam kehabisan
energi untuk mengikuti langkahnya. Usia menua, menjadikan kain-kain pakaian
pudar berganti warna, gawang-gawang pintu rumah mulai kopong dimakan rayap.
Waktu memang ditakdirkan begitu, dengan penuh kuasa memfasilitasi terjadinya
perubahan dan dengan sombongnya menggiling apapun yang diam hingga hancur.
Kamu pun enggan hancur menjadi debu,
selayaknya rasa sabarmu yang habis dimakan rayap yang telah lebih dulu
menggerogoti gawang pintu. Lalu kamu memutuskan untuk melakukan pencarian itu
sendiri. Tanpa peta dan kompas usang yang tidak banyak membantu. Peta dan
kompas usang yang kemudian hanya memilih diam dan hancur direngkuh waktu.
Di saat serpihanku diterbangkan angin
bersama debu yang lain, kamu menemukan dia sebagai peta-mu yang baru. Yang
canggih. Yang di dalamnya terdapat gambar tujuan yang jelas yang bisa dicapai.
Yang bisa memberikanmu kepastian sehingga mengurangi rasa lelah akibat
dikecewakan. Yang pada akhirnya benar-benar membawamu sampai pada tujuan. Ya, kamu
berhasil menemukan keindahan itu. Bukan cuma satu, tapi seribu. Sampai-sampai
kamu dibuat pusing akan keindahan-keindahan yang hadir. Yang menyebabkanmu
kemudian memulai pencarian yang lain: mencari yang paling indah di antara
keindahan yang ada. Mengabdikan diri menjadi budak ketidakpuasan. Mengulangi
hal yang sama kepadanya, seperti yang kamu lakukan kepadaku dulu.
Namun, yang dicari enggan menampakkan diri.
Kamu frustasi. Merasa seolah-olah
kamulah orang yang belum pernah melihat keindahan itu. Seakan semesta mengutuk,
merenggut keindahan yang telah kamu berikan cap kepemilikan. Sampai akhirnya,
kamu benar-benar kehilangan semua keindahan-keindahan itu. Di saat keindahan
itu tidak pergi kemana-kemana, tetap di situ pada tempatnya.
Kamu terlampau ambisius, yang
menjadikanmu lupa bahwa sunrise dan sunset adalah sama-sama indah. Begitupula
dengan hujan dan cerah dengan pelangi yang dihadirkannya. Tidak ada yang paling
indah di antara keduanya. Keduanya sama. Karena sesungguhnya keindahan itu bukan
masalah membandingkan keindahan yang satu dengan keindahan lainnya, melainkan lebih sederhana dari hal
itu: keindahan adalah perihal dengan siapa kita menghabiskan keindahan itu
sendiri.
Diinspirasi oleh tweet seorang teman,
Rahmi Suci A.
Depok, 27 Februari 2013.
3.16 A.M.