![]() |
Photo by @kumbaka |
“Maruk, serakah dan tidak pernah puas.” Katanya sambil menaikkan
rem tangan dan meluruskan kaki pertanda telah pasrah dengan kondisi macet yang
makin parah.
“Kenapa begitu?” tanyaku.
“Mereka sangat mengutuk kemacetan, tapi mereka tetap pergi
keluar rumah saat weekend. Seakan macet sepulang kantor masih terasa kurang
juga.” Jelasnya yang diikuti dengan tawaku.
“Melihat kegilaan ini, menimbulkan 1 pertanyaan dalam
pikiranku. Jika kau diberikan 1 kesempatan untuk dilahirkan kembali dan tidak
menjadi manusia, kira-kira kau ingin dilahirkan menjadi apa?” Aku melemparkan
pertanyaan random, tiba-tiba.
“Ada baiknya, karena kau yang memiliki pertanyaan, kau dulu
yang menjawab. Biarkan aku berpikir lebih dulu sambil mendengarkan jawabanmu”
ucapnya. Aku seketika berpikir untuk menemukan jawaban dari pengandaianku
sendiri.
“Mungkin Paus?” Aku bertanya untuk jawabanku sendiri. Tanda
ragu-ragu.
“Karena?”
“Sesimpel karena paus itu……adorable. Gesture mereka,
gerakan tubuh mereka ketika menari saat mengarungi lautan sangat menawan. Saat mereka
melompat di udara, mereka terlihat lebih dari sekedar anggun.” Jelasku.
“Hanya itu?” Tanyanya memastikan. Akupun diam sejenak.
“Juga karena mereka memiliki kawanan yang setia menemani
mereka sejak kelahiran hingga saat mereka mati. Kawanan yang selalu ada setiap
harinya dalam mendampingi mereka membelah samudra. Kawanan yang membuat lautan
dingin maha luas jadi terasa hangat. Hidup mereka utuh, mereka tak pernah merasa
kesepian..” Aku menggantungkan jawabanku di sana membuat suasana sedikit
canggung.
“Bagaimana dengan kau? Sudah selesai berpikirnya?” Aku
berusaha mengakhiri keheningan yang sempat hadir.
“Sudah kuputuskan, jika aku mendapatkan kesempatan itu, aku
akan memberikannya padamu. Karena bagaimanapun buruknya aku dan hidupku, aku
akan tetap memilih menjalani hidup ini sebagai diriku dengan segala kelebihan
dan kekurangannya. Menjalani jatuh bangunnya hidupku yang telah membentuk aku
menjadi aku yang sekarang. Sekeras mungkin akan ku coba menikmati hidup ini
sebesar apapun rasa kesepian yang sering kali datang..”
Sebuah intro lagu tiba-tiba terdengar dari radio tepat
ketika ia menyelesaikan kalimatnya. Lagu yang menjadi lagu kesukaan kami berdua
sejak dulu. Membuat aku dan dia refleks bernyanyi, menyudahi obrolan random sore hari dari 2 orang yang
sama-sama kesepian namun tetap memilih hidup dalam kesendirian meski selalu
berjalan bersisian.
Depok, 11 November
2016 pukul 01.38 pagi. Menyelesaikan tulisan setelah seharian me-repeat True Love Waits – Radiohead. This
song helps me feeling better and makes me getting worse at the same time. LOL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar